Laman

.


  
Permainan rakyat yang masih bertahan hingga sekarang ialah yang disebut “Mareng I Le Le” yang artinya kembalikan pukulan lidi.
Acara permainan ini dilaksanakan oleh suatu tumpukan mapalus (maando) yang dikepalai oleh seorang pemimpin yang disebut ma’bali-wali atau kumeter yang didampingi oleh seorang “marantong” atau “ma’dantong” yang artinya seorang hakim mapalus atau secara kasar disebut sebagai tukang pukul. Mapalus mempunyai peraturan peraturan atau undang undang mapalus yang harus ditaati oleh semua anggota. jika peraturan itu dilanggar maka sipelanggar diancam dengan hukuman badan yakni mendapat cambukan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dibuat. Alat cambuk terdiri dari seberkas lidi enau, tiga atau enam lidi diikat menjadi seberkas pelaksana hukum adalah marantong sendiri. Bersama dengan ma’bali-wali, ia menentukan beberapa cambukan yang harus diberikan pada si pelanggar, miaslnya:
1.        Tidak hadir tanpa memberi tahu pada ma’bali wali dicambuk 9 kali.
2.                  Terlambat tiba di tempat pekerjaan dicambuk 6 kali.
3.                  Bekerja lamban dicambuk 2 kali.
4.                  Mengucapkan kata kata tak sopan dicambuk 6 kali.
5.                  Koki yang terlambat menyediakan makanan dicambuk 3 kali.
6.        Tidak membantu kawan yang lemah dalam barisan kerja dicambuk 1 kali.
7.        Tidak turut atau bermain sementara doa makan dicambuk 6 kali.
Sasaran cambukan adalah betis atau bagian belakang badan. Cara memilih ma’bali wali dan marantong kebanyakan secara aklamasi (ditujuk). Tugas ma’bali wali memimpin dan menjalankan roda organisasi mapalus itu. Ia adalah penanggung jawab kedalam dan keluar. Sebelum mapalus menjalankan tugasnya, si marantong atau hakim mapalus dinobatkan terlebih dahulu. Cara penobatan adalah sebagai berikut: Si Marantong berdiri di tengah lingkaran mapalus, cambuk yang terdiri dari 6 lidi enau disediakan. Setelah sebuah pidato singkat diperdengarkan, ma’bali wali memegang cambuk lalu memukulkannya 3 kali berturut-turut ke betis marantong. Kemudian tibalah giliran seluruh anggota mapalus. Secara bergilir mereka mencambuk betis marantong seberapa mereka mau. Selesai acara ini celana si marantong koyak-koyak, betisnya berdarah dan bengkak. Penobatan secara ini dimaksudkan agar ia dalam menjalankan tugasnya akan bertindak tegas dan tanpa memandang bulu. Dengan cangkul dan cambuk di tangan dan sambil bekerja ia mengawasi seluruh mapalus itu dan sewaktu-waktu membagi-bagikan cambuk kepada mereka yang melanggar disiplin mapalus. Demikian kerjanya hingga seluruh anggota mapalus telah mendapat sumbangan tenaga mapalus itu. Sebelum mapalus dibubarkan maka diadakanlah suatu acara yang merupakan acara penutup kegiatan organisasi mapalus itu. Maka ditentukanlah suatu hari pada waktu mana cara itu akan diadakan. Semua anggota menyediakan penganan dan air panas teh atau kopi, untuk melayani mereka yang akan diundang menghadiri acara itu.
Ditentukan pula di lokasi mana acara penutup ini diadakan. Daerah yang banyak kali dipakaiilah kampung liba. Sebab jalannya lebar dan rata. Banyak kali dalam acara ini diundang pimpinan jemaat dan kepala desa. Berduyun-duyun orang menuju ke lokasi yang sudah ditentukan. Semua ingin menyaksikan permainan ini. Anggota-anggota mapalus berbaris berhdapan. Berdiri di tepi-tepi jalan. Kebanyakkan anggota mapalus pria membungkus betisnya dengan kain tebal. Demikian pula si marantong. Semua anggota mapalus, baik pria maupun wanita memegang seberkas lidi enau. Sebelum cara dimulai ma’baliwali (pemimpin) mengumumkan aturan permainan. Si marantong harus berlari bolak balik dari ujum barisan ke uung barisan yang lain. Tiap kali ia meliwati anggota mapalus yang berdiri dalam barisan, ia menreima cambukan dari kiri dan kanannya sebaba iba menghindari cambukan dengan berlari cepat. Cambukan-cambukan yang diberikan padanya disebut “mareng I lele” (kembalikan lidi) maksudnya, kalau pada waktu mapalus si marantong banyak memberik cambukan kepada anggota-anggotanya, sekarang pukulan-pukulan itu dikembalikan kepadanya. Permaianan mareng I lele betujuan menghilangkan rasa dendam ia harus berlari hilir mudik higga semua berkas lidi yang dicambukkan kepadanya rusak atau musnah semuanya. Oleh karena betisnya dibungkus dengan kain tebal maka cambukan-cambukan itu tidak sampai melukakan. Sesudah marantong menerima bagianya tibalah giliran anggota-anggota saling bercambukan.
Permainan ini ditutup dengan makan minum bersama yang disediakan oleh tiap-tiap anggota mapalus itu. Sekarang jenis permainan ini sudah jarang dilaksanakan orang. Jenis permainan inilain seperti bola kaki, bulu tangkis dan sebagainya juga sangat digemari orang banyak.

<                                                                                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar